Pernikahan dan Perceraian PNS
Sebagai unsur Aparatur Negara, Abdi Negara dan Abdi Masyarakat, seorang PNS harus menjadi teladan yang baik bagi masyarakat, sehingga PNS harus bisa menjaga perilaku, tindakan dan ketaatan pada aturan yang berlaku. PNS hendaknya bisa menjaga kehidupan rumah tangganya menjadi sebuah rumah tangga yang harmonis, rukun dan bahagia. Keharmonisan dalam sebuah rumah tangga akan berpengaruh positif pada kinerja PNS.
Namun demikian, ada kalanya suatu kehidupan rumah tangga tidak berjalan sesuai yang diharapkan seperti tujuan awal pernikahan. Seiring berjalannya waktu, muncul berbagai macam permasalahan dalam rumah tangga yang menyebabkan seseorang memilih untuk mengakhiri pernikahannya. Bagi seorang PNS, yang akan melakukan perceraian wajib memenuhi prosedur sesuai ketentuan yang berlaku. Dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dijelaskan bahwa Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa, yang dilakukan menurut hukum atau agamanya masing-masing dan dicatat menurut perundang-undangan yang berlaku. Dengan adanya tujuan yang bahagia dan kekal, diharapkan setiap pasangan dapat menjaga perkawinannya sebaik mungkin agar terhindar dari perceraian. Bagi seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) perkawinan dan perceraian juga memiliki aturan, seperti yang tercantum dalam PP Nomor 10 Tahun 1983 jo PP Nomor 45 Tahun 1990 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi PNS dan SE Kepala BAKN Nomor 08/SE/1983 jo SE Kepala BAKN Nomor 48/SE/1990 tentang petunjuk pelaksanaan PP Nomor 45 Tahun 1990 jo PP Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi PNS.
PERKAWINAN PNS
Seseorang memutuskan untuk menikah dengan seseorang yang lain karena sudah merasa “klik” dari berbagai segi, seperti dari segi fisik, persamaan pandangan, tujuan dan cita-cita hidup. Selain itu, mereka merasa pasangannya adalah seseorang yang paling mengerti akan kelebihan dan kekurangannya.
-
Pegawai Negeri Sipil yang melangsungkan pernikahan pertama wajib melaporkan kepada Pejabat yang berwenang secara hirarkis selambat-lambatnya satu tahun sejak tanggal perkawinan.
-
Ketentuan tersebut diatas juga berlaku bagi PNS yang berstatus Duda/ Janda yang melangsungkan perkawinan lagi.
-
Laporan perkawinan dibuat sekurang-kurangnya rangkap 3 (tiga) untuk Bupati, Kepala BKD dan Kepala SKPD tempat dimana PNS tersebut bekerja. ( contoh blangko laporan perkawinan dapat dilihat di lampiran I-A SE BAKN Nomor 08/SE/1983 )
-
Laporan perkawinan tersebut dilampiri :
-
Foto copy surat nikah/akta perceraian.
-
Pas foto hitam putih suami dan isteri ukuran 3 x 4 sebanyak 3 lembar.
-
Bagi PNS yang tidak melaporkan perkawinan pertamanya secara tertulis kepada pejabat yang berwenang selambat-lambatnya 1 (satu) tahun setelah perkawinan dilangsungkan, dijatuhi sanksi salah satu hukuman disiplin tingkat berat sesuai PP nomor 53 tahun 2010 tentang Disiplin PNS.
PERCERAIAN PNS
-
Seorang PNS yang akan bercerai/menceraikan pasangannya, terlebih dahulu harus memperoleh izin dari pejabat yang berwenang agar tidak terkena sanksi hukuman disiplin sesuai PP Nomor 53 Tahun 2010. Seorang PNS yang yang berkedudukan sebagai penggugat berkewajiban mengajukan permohonan tertulis berupa Permohonan Izin untuk melakukan perceraian (contoh blangko dapat dilihat di lampiran IV SE BAKN Nomor 08/SE/1983) dan apabila proses pengajuan permohonan telah selesai, PNS tersebut akan mendapatkan SK Izin untuk melakukan Perceraian yang ditandatangani oleh Bupati. Sedangkan untuk PNS yang berkedudukan sebagai tergugat, permohonan yang diajukan adalah permohonan surat keterangan untuk melakukan perceraian/surat pemberitahuan adanya gugatan cerai (contoh blangko ada pada lampiran I SE BAKN Nomor 48/SE/1990). Apabila permohonan telah selesai diproses, PNS tersebut akan mendapatkan surat keterangan yang ditandatangani oleh Sekretaris Daerah. Perlu diketahui, bahwa meskipun PNS yang akan bercerai telah mendapatkan SK izin ataupun Surat Keterangan untuk melakukan perceraian, bukan berarti PNS tersebut telah resmi bercerai dari pasangannya. SK ataupun Surat Keterangan itu merupakan persyaratan administratif yang harus dipenuhi oleh seorang PNS yang akan bercerai. Sedangkan keputusan seseorang resmi bercerai ataupun kembali bersatu dengan pasangannya hanya dapat diputuskan oleh Pengadilan Agama ataupun Pengadilan Negeri.
-
PNS di lingkungan Pemerintah Kabupaten Cilacap yang akan mengajukan Permohonan izin untuk melakukan perceraian atau surat keterangan untuk melakukan perceraian, harus melengkapi persyaratan administrasi sebagai berikut :
-
Permohonan Izin Cerai kepada Pejabat Ybs
-
Rekomendasi dari Kepala SKPD Ybs
-
Berita Acara Pemeriksaan dari SKPD Ybs
-
Surat Keterangan dari BP4
-
Kesepakatan Cerai suami istri Asli bermeterai Rp.6000,-
-
Foto Copy Surat Nikah
-
Foto copy SK Pangkat terakhir
-
Foto Copy KTP suami istri
-
Surat Keterangan dari RT/RW diketahui Kades/ Lurah
-
Surat Pernyataan Pembagian Gaji (bila yang mengajukan gugatan PNS Pria )
-
Surat Gugatan Cerai (Bila digugat cerai)
-
Foto Copy Karis / Karsu
-
Data dukung lain yang diperlukan : - Slip Gaji terakhir, dll.
-
Seorang PNS hanya dapat melakukan/mengajukan permohonan untuk bercerai apabila memiliki alasanalasan yang sah, yaitu salah satu atau lebih alasan tersebut dibawah ini:
-
Salah satu pihak berbuat zina, yang dibuktikan dengan keputusan pengadilan, surat pernyataan dari 2 (dua) orang saksi yang telah dewasa atau laporan dari salah satu pihak (suami/isteri) yang mengetahui perbuatan zina tersebut.
-
salah satu pihak menjadi pemabok, pemadat atau penjudi yang sukar disembuhkan.
-
salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuan/kemauannya yang dibuktikan dengan surat pernyataan dari Kepala Kelurahan/Kepala Desa yang disahkan oleh Pejabat yang berwenang, serendah-rendahnya Camat.
-
salah satu pihak mendapat hukuman penjara selama 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat secara terus menerus setelah perkawinan berlangsung yang dibuktikan dengan Keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.
-
salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain yang dibuktikan dengan visum et repertum dari dokter Pemerintah.
-
antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan untuk hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
-
Permohonan izin untuk melakukan perceraian ataupun surat keterangan untuk melakukan perceraian disampaikan kepada atasannya disertai alasan yang lengkap yang mendasari permohonan mengajukan perceraian. Atasan yang menerima permohonan perceraian meneruskan dan memberikan pertimbangan kepada pejabat yang berwenang secara hirarkis. Pejabat pada SKPD yang menerima permohonan, wajib menindaklanjuti dengan memproses permohonan tersebut bersama tim pertimbangan pembinaan disiplin dan pendayagunaan PNS yang ada di SKPD setempat dengan membuat Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Sebelum mengambil keputusan Pejabat/tim terlebih dahulu berusaha untuk merukunkan kembali PNS yang mengajukan perceraian dengan pasangannya, namun apabila kedua belah pihak tetap menginginkan untuk melanjutkan proses perceraian maka permohonan tersebut dapat diproses lebih lanjut disertai dokumen pendukung sesuai yang dipersyaratkan.
-
Izin untuk bercerai dapat diberikan oleh Pejabat apabila:
-
Tidak bertentangan dengan ajaran/Peraturan agama yang dianutnya/kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang dihayatinya.
-
Ada alasan-alasan yang sah sesuai peraturan yang berlaku.
-
Tidak bertentangan dengan Peraturan Perundangundangan yang berlaku
-
Alasan perceraian yang dikemukakan tidak bertentangan dengan akal sehat.
-
Izin untuk bercerai dapat ditolak/tidak diberikan oleh Pejabat, apabila :
-
Bertentangan dengan ajaran/peraturan agama yang dianut PNS yang bersangkutan.
-
Tidak ada alasan yang sesuai, seperti yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan.
-
Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
-
Alasan yang dikemukakan bertentangan dengan akal sehat.
Ketentuan lain dalam perceraian PNS.
-
Pembagian Gaji Akibat Perceraian
-
Apabila perceraian terjadi atas kehendak PNS pria (sebagai Penggugat), maka ia wajib menyerahkan sepertiga gajinya untuk penghidupan bekas isteri sampai dengan isteri menikah lagi, sepertiga gajinya untuk anak-anaknya sampai dengan anak usia 21 tahun atau 25 tahun (jika anak tersebut masih sekolah)/sudah menikah dan sepertiga sisanya untuk PNS pria tersebut. Pembagian gaji kepada bekas isteri tidak diberikan apabila alasan perceraian disebabkan karena isteri berzinah, melakukan kekejaman atau penganiayaan berat baik lahir maupun batin terhadap suami, isteri menjadi pemabuk, pemadat dan penjudi yang sukar disembuhkan, isteri telah meninggalkan suami selama dua tahun berturut-turut tanpa izin suami dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya.
-
Apabila pernikahan mereka tidak dikaruniai anak, maka setengah dari gajinya diserahkan kepada isterinya.
-
Apabila perceraian terjadi atas kehendak suami isteri, maka pembagian gaji dilaksanakan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak yang bercerai.
-
Bekas isteri berhak atas bagian gaji walaupun perceraian terjadi atas kehendak isteri (PNS pria menjadi pihak tergugat) apabila alasan perceraian tersebut adalah karena dimadu, suami (PNS Pria) melakukan zina, melakukan kekejaman atau penganiayaan, menjadi pemabok/ pemadat/ penjudi, atau meninggalkan isteri selama 2 (dua) tahun atau lebih tanpa izin kepada isteri dan tanpa alasan yang sah.
-
PNS yang telah menerima SK Perceraian/surat keterangan untuk melakukan perceraian dapat mencabut kembali permohonannya melalui surat pengajuan tertulis kepada Pejabat yang berwenang apabila pada saat proses persidangan mereka memutuskan untuk kembali bersatu/rujuk.
-
Sebelum mengajukan proses perceraian ke Pengadilan Agama/ Pengadilan Negeri, bagi PNS baik yang berkedudukan sebagai Penggugat ataupun tergugat berkewajiban mendapatkan Izin tertulis berupa SK Izin untuk melakukan perceraian atau Surat Keterangan untuk melakukan perceraian dari Pejabat yang berwenang. Selain itu, setelah selesai proses perceraian di Pengadilan Agama/ Pengadilan Negeri selesai dan telah mendapatkan akta cerai, seorang PNS wajib melaporkan kepada pejabat yang berwenang secara hirarki dengan membuat laporan perceraian tertulis dilampiri foto copy akta cerai PNS yang bersangkutan selambat-lambatnya satu bulan terhitung mulai tanggal ditetapkannya perceraian tersebut (contoh blangko dapat dilihat di lampiran VII SE BAKN Nomor 08/SE/1983). Apabila melanggar ketentuan tersebut, akan dikenakan sanksi hukuman disiplin tingkat berat berdasar PP Nomor 53 Tahun 2013 tentang Disiplin PNS.