PENDIDIKAN KARAKTER DI ERA MILENIAL
Terkait
Menghadapi Tantangan Global Megatrend 2050, Diperlukan Cara Menyiapkan Tenaga Terampil di Masa Depan
329 Peserta Lulus SKD dan Berhak Mengikuti SKB
Pemanggilan Asesmen Pelaksana Calon Ketua Tim Kerja
678 PPPK ikuti kegiatan Orientasi Pengenalan Nilai dan Etika pada Instansi Pemerintah
BKPSMD Turut Partisipasi Bersih Pantai Sodong Dalam Rangka Bulan Bakti Gotong Royong Masyarakat
Dewasa ini, pendidikan karakter menjadi isu dominan,bahkan menjadi program 100 hari Kabinet Indonesia Bersatu jilid II. Masalah yang dihadapi pun cukup beragam. Mulai dari aspek sosial, politik budaya dan ekonomi, serta aspek lainnya. Meskipun akhir-akhir ini prestasi intelektual anak-anak Indonesia mengalami peningkatan cukup baik dengan banyaknya prestasi di berbagai olimpiade sains internasional, namun kemunduran justru terjadi pada aspek lain yang amat penting, yaitu aspek moral. Kemunduran pada aspek ini menyebabkan krisis pendidikan akhlak dalam dunia pendidikan kita, sehingga dunia pendidikan di Indonesia tidak dapat menahan laju kemerosoton akhlak yang terus terjadi.
Dalam pendidikan Islam kosakata karakter biasanya disebut dengan akhlaq yang secara harfiah berarti perangai, tabi’at, prilaku, sikap, budi pekeri. Kata akhlak dekat dengan khalaq artinya penciptaan, dan dekat dengan kata makhluq yang berarti yang diciptakan. Hal ini menunjukkan bahwa akhlak merupakan hiasan bagi makhluk, atau sesuatu yang harus dilakukan oleh makhluk ciptaan Tuhan sebagai Khaliq (Maha Pencipta).
Selanjutnya dari definisi akhlak yang dikemukakan Ibn Miskawaih dan al- Ghazali: yakni ekpresi jiwa yang muncul dengan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan, dapat diketahui bahwa sesuatu dapat dikatakan akhlak apabila telah memiliki lima ciri, yaitu: sudah mendarah daging, sudah mudah dan gampang dilakukan; dilakukan atas kemauan sendiri; dilakukan dengan sebenarnya, dan diniatkan karena Allah SWT (Nata, 2015, 4-6). Akhlak merupakan cermin dari apa yang ada dalam jiwa seseorang.
Akhlak yang baik merupakan dorongan dari keimanan seseorang, sebab keimanan harus ditampilkan dalam perilaku nyata sehari-hari. Akhlak yang baik pada dasarnya adalah akumulasi dari akidah dan syari’at yang bersatu secara utuh dalam diri seseorang. Apabila akidah Islam telah mampu mendorong jiwa seseorang untuk menerapkan syari’at dalam kehidupan pribadi dan sosialnya maka lahirlah akhlak yang baik pada perilakunya. Dengan demikian, akhlak merupakan perilaku yang tampak apabila syari’at Islam telah dilaksanakan. Sumber pelaku syar’i itu tidak lain adalah Alquran dan Sunnah Rasulullah SAW.
Jika kita melakukan perbandingan dengan dunia pendidikan pada masa lalu, terdapat perbedaan yang menonjol dalam moral pendidikan. Teguran dan hukuman dari guru oleh generasi masa lampau ditanggapi oleh siswa dan orang tua sebagai bentuk tindakan kelas yang mendidik. Apapun hukuman yang didapat dari kesalahannya siswa tetap menaruh hormat kepada guru. Degradasi moral pendidikan terjadi pada hari ini, saat sebagian siswa yang menganggap guru bukan lagi orang tua kedua di sekolah. Kasus pengaduan siswa kepada guru sampai berujung jalur kepolisian semakin marak.
Di era digital yang penuh dengan kemudahan dan fasilitas canggih akibat perkembangan teknologi dan informasi saat ini, masyarakat khususnya para generasi muda harus memiliki bekal dalam mengarunginya. Bekal vital yang mampu membawa kepada keselamatan dan kesuksesan diantaranya adalah bekal ilmu dan akhlaqul karimah. Perkembangan Teknologi di era milenial membuat dunia terasa sempit. Apa yang terjadi diberbagai belahan dunia mampu diketahui dengan cepat melalui alat canggih yang ada dalam genggaman manusia. Berbagai informasi positif maupun negatif berbaur menjadi satu. Menghadapi ini semua, sikap akhlakul karimah akan menuntun manusia sehingga tidak tergelincir kepada pebuatan negatif.
Generasi millennial yang diwakili oleh kids jaman now menjadi jargon sekaligus representasi dari identitas yang tidak lepas dari media berbasis online. Ketika media sosial menjadi konsumsi sehari- hari tanpa adanya filter dan batas yang jelas terhadap paparan berita yang simpang siur, kontroversi dan ujaran kebencian menjadikan anak dan remaja menjadi pihak yang rentan. Keluarga, sekolah dan masyarakat adalah ruang utama pembentukan karakter dan moral anak dan remaja. Dinamika jaman mengubah pola asuh keluarga dan pengawasan masyarakat, Permainan anak tradisional yang mengajarkan sportivitas dan harmoni dengan alam diganti dengan game dan permainan berbasis daring yang menutup kesempatan berinteraksi dengan dunia nyata.
Permainan pada anak dan remaja memberikan pengalaman yang ditengarai turut berpengaruh dalam pembentukan mentalitas. Sekolah perlu menggalakan pendidikan karakter dan moral dengan memperhatikan relasi adaptif pada perkembangan jaman yang sejalan dengan perkembangan mental anak didik. Perilaku agresif dapat dicegah sedini mungkin dengan melihat karakter, kondisi psikologis dan lingkungan sosial. Melalui pengendalian perilaku agresif yang mengedepankan pendidikan moral dan karakter.
Dalam kajian antropologi psikologi terkait dengan pendidikan moral dan karakter, Suzanne Gaskins (2010) melihat bahwa produksi dan reproduksi budaya dimaknai dan dibangun berdasarkan pengalaman. Melalui penciptaan lingkungan keluarga, belajar dan sosial yang baik dan produktif dapat menjadi sarana pengembangan moral usia remaja (adolescene). Disisi lain, Era millennial juga dalah era yang ditandai antara lain oleh lahirnya generasi yang memiliki ciri- ciri:
Dalam pendidikan Islam kosakata karakter biasanya disebut dengan akhlaq yang secara harfiah berarti perangai, tabi’at, prilaku, sikap, budi pekeri. Kata akhlak dekat dengan khalaq artinya penciptaan, dan dekat dengan kata makhluq yang berarti yang diciptakan. Hal ini menunjukkan bahwa akhlak merupakan hiasan bagi makhluk, atau sesuatu yang harus dilakukan oleh makhluk ciptaan Tuhan sebagai Khaliq (Maha Pencipta).
Selanjutnya dari definisi akhlak yang dikemukakan Ibn Miskawaih dan al- Ghazali: yakni ekpresi jiwa yang muncul dengan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan, dapat diketahui bahwa sesuatu dapat dikatakan akhlak apabila telah memiliki lima ciri, yaitu: sudah mendarah daging, sudah mudah dan gampang dilakukan; dilakukan atas kemauan sendiri; dilakukan dengan sebenarnya, dan diniatkan karena Allah SWT (Nata, 2015, 4-6). Akhlak merupakan cermin dari apa yang ada dalam jiwa seseorang.
Akhlak yang baik merupakan dorongan dari keimanan seseorang, sebab keimanan harus ditampilkan dalam perilaku nyata sehari-hari. Akhlak yang baik pada dasarnya adalah akumulasi dari akidah dan syari’at yang bersatu secara utuh dalam diri seseorang. Apabila akidah Islam telah mampu mendorong jiwa seseorang untuk menerapkan syari’at dalam kehidupan pribadi dan sosialnya maka lahirlah akhlak yang baik pada perilakunya. Dengan demikian, akhlak merupakan perilaku yang tampak apabila syari’at Islam telah dilaksanakan. Sumber pelaku syar’i itu tidak lain adalah Alquran dan Sunnah Rasulullah SAW.
Jika kita melakukan perbandingan dengan dunia pendidikan pada masa lalu, terdapat perbedaan yang menonjol dalam moral pendidikan. Teguran dan hukuman dari guru oleh generasi masa lampau ditanggapi oleh siswa dan orang tua sebagai bentuk tindakan kelas yang mendidik. Apapun hukuman yang didapat dari kesalahannya siswa tetap menaruh hormat kepada guru. Degradasi moral pendidikan terjadi pada hari ini, saat sebagian siswa yang menganggap guru bukan lagi orang tua kedua di sekolah. Kasus pengaduan siswa kepada guru sampai berujung jalur kepolisian semakin marak.
Di era digital yang penuh dengan kemudahan dan fasilitas canggih akibat perkembangan teknologi dan informasi saat ini, masyarakat khususnya para generasi muda harus memiliki bekal dalam mengarunginya. Bekal vital yang mampu membawa kepada keselamatan dan kesuksesan diantaranya adalah bekal ilmu dan akhlaqul karimah. Perkembangan Teknologi di era milenial membuat dunia terasa sempit. Apa yang terjadi diberbagai belahan dunia mampu diketahui dengan cepat melalui alat canggih yang ada dalam genggaman manusia. Berbagai informasi positif maupun negatif berbaur menjadi satu. Menghadapi ini semua, sikap akhlakul karimah akan menuntun manusia sehingga tidak tergelincir kepada pebuatan negatif.
Generasi millennial yang diwakili oleh kids jaman now menjadi jargon sekaligus representasi dari identitas yang tidak lepas dari media berbasis online. Ketika media sosial menjadi konsumsi sehari- hari tanpa adanya filter dan batas yang jelas terhadap paparan berita yang simpang siur, kontroversi dan ujaran kebencian menjadikan anak dan remaja menjadi pihak yang rentan. Keluarga, sekolah dan masyarakat adalah ruang utama pembentukan karakter dan moral anak dan remaja. Dinamika jaman mengubah pola asuh keluarga dan pengawasan masyarakat, Permainan anak tradisional yang mengajarkan sportivitas dan harmoni dengan alam diganti dengan game dan permainan berbasis daring yang menutup kesempatan berinteraksi dengan dunia nyata.
Permainan pada anak dan remaja memberikan pengalaman yang ditengarai turut berpengaruh dalam pembentukan mentalitas. Sekolah perlu menggalakan pendidikan karakter dan moral dengan memperhatikan relasi adaptif pada perkembangan jaman yang sejalan dengan perkembangan mental anak didik. Perilaku agresif dapat dicegah sedini mungkin dengan melihat karakter, kondisi psikologis dan lingkungan sosial. Melalui pengendalian perilaku agresif yang mengedepankan pendidikan moral dan karakter.
Dalam kajian antropologi psikologi terkait dengan pendidikan moral dan karakter, Suzanne Gaskins (2010) melihat bahwa produksi dan reproduksi budaya dimaknai dan dibangun berdasarkan pengalaman. Melalui penciptaan lingkungan keluarga, belajar dan sosial yang baik dan produktif dapat menjadi sarana pengembangan moral usia remaja (adolescene). Disisi lain, Era millennial juga dalah era yang ditandai antara lain oleh lahirnya generasi yang memiliki ciri- ciri:
- Suka dengan kebebasan;
- Senang melakukan personalisasi;
- Mengandalkan kecepatan informasi yang instant;
- Suka belajar;
- Bekerja dengan lingkungan inovatif,
- Aktif berkolaborasi, dan
- Hyper technology (Tapscott, 2008).
- Critivcal, yakni terbiasa berfikir out of the box, kaya ide dan gagasan;
- Confidence, yakni mereka sangat percaya diri dan berani mengungkapkan pendapat tanpa ragu- ragu;
- Connected, yakni merupakan generasi yang pandai bersosialisasi, terutama dalam komunitas yang mereka ikuti;
- Berselancar di social media dan internet (Farouk, 2017, 7).
- Sebagai akibat dari ketergantungan yang tinggi terhadap internet dan media sosial, mereka menjadi pribadi yang malas, tidak mendalam, tidak membumi, atau tidak bersosialisasi;
- Cenderung lemah dalam nilai-nilai kebersamaan, kegotong-royongan, kehangatan lingkungan dan kepedulian sosial;
- Cenderung bebas, kebarat-baratan dan tidak memperhatikan etik dan aturan formal, adat istiadat, serta tata karma (Nata, 2015, 30-31)
- Sifat dan karakteristik Pendidikan Islam;
- Perhatian pendidikan Islam terhadap perbaikan karakter yang cukup besar;
- Integralisme pendidikan Islam;
- Pendidikan Islam dalam penyiapan generasi unggul dan keteladanan Rasulullah SAW;
- Perhatian pendidikan Islam terhadap bidang entrepreneur, dan
- Perhatian pendidikan Islam pada manajemen modern (Nata, 2015, 37)